Jumat, 29 Mei 2020

ISLAM DI INDONESIA : UTS

NAMA                  : WILDAN RUSYDIAN

NIM                      : 11180321000039

JURUSAN            : STUDI AGAMA-AGAMA

SEMESTER          : 4

HARI/TBT            :RABU/29 APRIL 2020

UTS ISLAM INDONESIA APRIL 2020

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

FAKULTAS UHSULUDDIN

JURUSAN  SEJARAH AGAMA-AGAMA

 

NAMA:

NIM:

JURUSAN:

SEMESTER:

KELAS:

HARI/TANGGAL : RABU/29 APRIL 2020

 

SOAL:

  1. Mengapa masyarakat membutuhkan ragam kepercayaan seperti menyembah benda-benda dalam kehidupan mereka ?
  2. Masyarakat memandang Islam sebagai agama yang asli (genuine). Mengapa mereka memandang Islam sebagai asli padahal Islam memiliki perbedaan dasar dalam konsep teologi dengan agama-agama sebelumnya ?
  3. Mengapa penyiaran Islam ke nusantara menggunakan pendekatan dakwah bukan futuhat sebagaimana yang terjadi di Asia Kecil, Asia Timur, Afrika dan Eropa ?
  4. Apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan penyiaran Islam melalui pendekatan dakwah ?
  5. Sekalipun disiarkan melalui jalan dakwah akan tetapi Islam cepat tersebar dengan  5 (lima) alasan kenapa Islam cepat tersiar di seantero nusantara. Jelaskan 5 alasan Islam cepat tersiar di nusantara ?
  6. Jelaskan kelebihan dan kekurangan model penyiaran Islam melalui jalan dakwah !
  7. Mengapa masyarakat yang berada di daerah pinggiran pantai relatif lebih murni keberagamaannya dibanding dengan masyarakat yang berada di daerah pedalaman ?
  8. Mengapa proses islamisasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan ganda yaitu memelihara kesinambungan (continuity) dan perubahan (change); mengapa tidak langsung melakukan perubahan (change) sekaligus agar proses cepat selesai ?
  9. Islamisasi menghasilkan tiga tahapan proses yaitu Islam Datang, Islam Berkembang dan Islam menjadi Kekuatan Politik. Mengapa hal itu harus ditempuh prosesnya sekalipun membutuhkan waktu yang lebih lama. Apa akibatnya kalau penyiaran Islam langsung merombak keyakinan masyarakat ?
  10. Mengapa disebut pesantren sebagai subkultur dalam proses pengembangan islam di Indonesia ?

 

 

1.      Karena pada dasarnya manusia memiliki kepercayaan terhadap kekuatan supranatural dan percaya akan hal mistik.  Mayarakat primitif menyadari bahwa ada kekuatan yang luar biasa di luar diri mereka. Mereka berusaha untuk mencari dan mendekati kekuatan itu agar memberi dampak yang positif terhadap diri mereka. Oleh karenanya, mereka mengadakan berbadai pemujaan seperti upacara-upacara, pemberian sesaji dll

2.      Karena masyarakat dulu menerima islam bukan sebagai kepercayaan baru melainkan kelanjutan dari agama lama mereka dan secara simbol islam dan agama yang lama itu sama meski dalam hal batin berbeda.

3.      Karena banyak teori-teori yang menyatakan bahwa islam masuk ke nusantara dibawa oleh para pedagang dan di sebarkan melalui jalur dakwah. Karenanya  metode dakwah tidak menimbulkan segregasi dalam proses penyebarannya, serta para pendakwah dapat menyesuaikan diri dengan keadaan peradaban masyarakat indonesia pada masa itu.

4.      Dalam penyebarannya, ajaran islam yang di sebarkan melalui pendekatan dakwah emiliki kekurangan dan kelebihan. Kelebihan diantaranya meliputi pendekatan dakwah tidak melalui jalan kekerasan melainkan melalui jalan damai sehingga mayarakat dapat dengan mudah menerimaanya, adapun kekurangannya yaitu sulitnya akses jalan untuk mencapai daerah-daerah terpencil, waktu yang diperlukan sangat lama,dan persiapan yang kurang matang dari para pendakwah.

5.      alasan mudahnya islam masuk ke nusanatara ;

1)      masyarakat merasa bahwa sistim kasta yang dikembangkan agama-agama sebelumnya khususnya Hindu menimbulkan kesulitan karena terjadinya pelapisan sosial.

2)      Ajaran Islam dengan sangat mudah bisa diamalkan karena pada dasarnya semua praktik‘ubudiyah dikembalikan kepada hati masing-masing bukan kepada simbol-simbol sosial.

3)      Kegiatan perdagangan sebagai pemenuhan kebutuhan manusia terhadap berbagai komoditi yang kemudian dipertukarkan dengan kebutuhan mereka sendiri.

4)      Dekatnya hubungan antara pendatang dengan pribumi kemudian melahirkan simpati antara para muballig sebagai pendatang dengan pribumi sebagai penduduk setempat. Akibatnya terjadilah perkawinan baik antara etnis Arab maupun India Selatan yang merantauke nusantara

5)      Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit mulai mengalami kemunduran setelah masa kejayaannya. Hal ini kemudian memicu peluang bagi kalangan muslim untuk mendirikan kerajaan baru seperti Kerajaan Demak sebagai lambang keberhasilan kelas saudagar dan kemenangan kerajaan maritim. Akan tetapi kemudian kekuatan Demak dihancurkan oleh tentara Portugis. Dengan demikian, Islam yang semula didakwahkan secara personal kemudian berubah menjadi kebijakan politik yaitu melalui peranan berbagai kesultanan yang memanjang dari timur ke barat kecuali hanya pada daerah-daerah kecil seperti Bali, Timor dan Papua.

6.      kelebihan model dalam penyiaran islam melalui jalan dakwah diantaranya dapat menyesuaikan dengan budaya masyarakat setempat sehingga tidak sekaligus meniadakan kebiasaan mayarakat. kekurangannya yaitu masih terbawanya praktik syirik karena masih berbaur dengan kepercayaan sebelumnya

7.      karena mayarakat yang berada di daerah pantai langsung bertemu dengan para pedagang yang mendakwahkan ajaran islam. Eratnya hubungan antara para pendakwah yang dengan para pribumi di daerah pesisir menjadi salah satu fatkor. Baik itu hubungan dagan, perkawan antar pedagang dan pribumi atupun yang lainnya. Sedangkan para mayarakat pedalaman tidak menerima dakwah secara langsung. Adat dan kepercayaan terdahulu yang di anut masyarakatmembuat sulitnya persebaran ajaran islam di pedalaman.

8.      Agar masyarakat tidak bersikap reaktif dengan kedatangan ajaran baru juga karena akan sangat sulit bagai pendakwah bila sekaligus melakukan perubahan di karenakan mayarakat nusantara memiliki kepercayaan sebelum datanya islam. Para pendakwah harus melakukan penyesuaian agar ajaran islam dapat diterima oleh mayarakat setempat. Maka dari itu para pendakwah membuet opini bahwa ajaran islam ini sebagai kelanjutan dan perubahan terhadap ajaran lama.

Strategi continuity dan change merupakan suatu strategi yang digunakan dalam penyebaran Islam di Nusantara yang berusaha memperkenalkan ajaran Islam dengan membangun kesinambungan antara ajaran lama dengan ajaran Islam sehingga masyarakat tidak terkejut secara psikologis dengan ajaran Islam.

9.      Dilakukannya tahapan-tahapan untuk mengislamisasikan nusantara bertujuan agar diterimanya islam oleh mayarakat setempa. Dengan cara memperkenalkan ajaran Islam dengan membangun kesinambungan antara ajaran lama dengan ajaran Islam  Dengan begitu masyarakat akan tetap merasa nyaman dan masih bisa terhubung dengan suasana masa lalu. Dalam kondisi seperti itu para Muballigh menggabungkan ajaran-ajaran Islam dengan adat istiadat setempat seperti melanjutkan simbol-simbol tradisi. Hal ini didukung oleh sudut pandang antropologis, secara antropologis, agar sebuah ajaran dapat mengendap dalam hati masyarakat, mereka diberikan kesempatan untuk menafsirkan ajaran yang baru sesuai dengan pengetahuan budaya mereka.

 

10.  Pesantren dikatakan sebagai subkultural dalam preoses pengembangan islam di indonesia sebab pesantren tidak hanya membangun dalam bidang keagamaan juga dalam proses pendidikan, sumberdaya manusia dan lainnya. Sebagai institusi pendidikan Islam tradisional, pesantren sudah sejak lama bertahan dalam sejarah perkembangan pendidikan Indonesia, hal ini menandakan adanya kekuatan dan pengaruhan pesantren terhadap budaya Indonesia serta menunjukkan tidak adanya pertentangan kebudayaan. Dan terbukti banyak memberi kontribusi sumbangan bagi kemajuan budaya bangsa, khususnya upaya mewujudkan idealisme pendidikan nasional, yang bukan sekedar hanya meningkatkan kualitas sumber daya manusia  pada aspek penguasaan sains dan tekhnologi, melainkan juga lebih concern dalam mencetak warga mememiliki ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terutama dalam memupuk generasi yang bermoral baik. Hal menarik dari pesantren sebagai subkultur dari kultur bangsa Indonesia adalah dalam bidang peningkatan kualitas sumber daya manusia khususnya pendidikan, pesantren kontras berbeda dengan praktek pendidikan pada intitusi pendidikan lainnya, sehingga dinamika yang muncul kemudian, juga menampilkan watak yang khas dan eksotik.

ISLAM DI INDONESIA : PRANATA PENDIDIKAN ISLAM

Topik X: ISLAM DI INDONESIA

PRANATA PENDIDIKAN ISLAM

 

Sejalan dengan berlangsungnya proses islamisasi maka tumbuh model baru dalam rangka proses sosialisasi  ajaran Islam. Proses itu adalah pembentukan sistim kependidikan Islam yang bermula dari musalla kemudian peserta didik yang terus bertambah maka dikembangkan dengan berdirinya mesjid. Setelah setiap selesai pelakasanaan ibadah solat maka dilanjutkan dengan pengenalan terhadap ajaran Islam. Dan biasanya yang menjadi pokok pengajaran di mesjid adalah berkenaan dengan peneguhan akidah, pemantapan seluruh aspek ajaran Islam ayang terhimpun dalam ibadah. Bidang terakhir adalah pendidikan terhadap pembentukan perilaku yang disebut akhlak. Kajian terhadap akhlak biasanya memakan waktu yang lama karena akan berlanjut kepada pelembagaan proses pembentukan perilaku dalam bentuk kajian yang lebih khusus yang disebut tasawuf atau tarekat.

Setelah pendidikan di mesjid tidak mampu lagi menampung maka diperlukan institusi yang lain. Sejak saat iu, maka berdiri pondok pesantren dalam bentuk rumah-rumah kecil yang menjadi tempat tinggal para santri dan selanjutnya lembaga pendidikan itu terpisah dari manajemen masjid yang kemudian disebut pondok pesantren. Murid dari pesantren terbagi dua kelompok yaitu ada yang menetap karena rumahnya jauh atau ada aspek pertimbangan lain yaitu ingin berada sedekat mungkin dengan para kiai, tuan guru, syekh dan lain sebagainya agar tata kehidupan kiai dapat menjadi model kehidupan yang islami. Tetapi ada juga santri karena jarak yang dekat dengan rumahnya lalu tetap tinggal di rumah dan setelah selesai pengajian kemudian kembali ke rumahnya yang disebut dengan santri kalong. Pesantren selain wadah proses internalisasi Islam, pesantren juga menjadi tempat pelembagaan gerakan politik Islam. Sehingga lahirlah para pemimpin perjuangan kemerdekaan yang memiliki riwayat panjang sebagai warga pesantren. Dengan demikian terjadi pengembangan fungsi pesantren. Pertama, ustaz, kiai atau tuan syekh yang menjadi pemimpin pesantren pada dasarnya adalah pemilik pesantren baik secara internal maupun eksternal. Oleh karena itu, pemimpin pesantren sekaligus juga berperan sebagai perantara budaya (cultural broker) manakala ada ide yang akan masuk ke pesantren harus terlebih dahulu memperoleh legitimasi dari pemimpin pesantren. Kedua, pesantren juga sekaligus sebagai wahana penyiapan sekaligus calon pemimpin masyarakat dan bangsa.

Penjelasan Geertz lebih lanjut tentang cultural broker bisa dilihat dalam Clifford Geertz, “The Javanese Kijaji: The Changing Role of a Cultural Broker”, dalam Comparative Studies in Society and History, Vol. 2, No. 2, Januari 1960, h. 233 dan 249, serta penjelasan tentang aktualisasi peran kyai ini bisa dilihat Clifford Geertz, The Religion of java (London: The University of Chicago Press, 1960), h. 134-138.  Hiroko Horikoshi menyempurnakan hipotesis Geertz dengan menyatakan bahwa kyai tidak hanya berperan sebagai cultural broker tetapi juga sebagai penggerak perubahan, inspirator, dan mediator dalam masyarakat, lebih lanjut lihat Hiroko Horikoshi, Kiai dan Perubahan Sosial, terj. Djohan Effendi dan Muntaha Azhari (Jakarta: LP3ES, 1987), atau terbitan versi lainnya, Hiroko Horikoshi, Kiai dan Perubahan Sosial, transl. Umar Basalim dan Andi Muarly Sanrawa (Jakarta: P3M, 1987), h. 5-6.

Dhofier menyatakan bahwa para kyai adalah tokoh sentral dalam komunitas Islam Tradionalis, khususnya terhadap dua institusi, yaitu pesantren dan organisasi ulama (NU). Para kyai adalah elemen utama yang melahirkan, mengembangkan, dan menentukan arah  kedua institusi tersebut, lebih lanjut lihat zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta: LP3ES, 1982), h. 93. Pembahasan tentang peran ulama ini lebih lanjut bisa dilihat dalam Iik Arifin Mansurnoor, Islam in an Indonesian World: Ulama of Madura (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990), h. 36, dan  Zulkifli, “The Ulama in Indonesia: Between Religious Authority and Symbolic Power, dalam MIQOT Vol.XXXVII, No. 1, Januari-Juni 2013, h.  182-183, selanjutnya pembahasan tentang cultural broker dan aktualisasinya bisa dilihat Ade Solihat, “The Cultural Broker and Alms: The Key Concepts to Understanding Turkish School in Indonesia”, dalam Prosiding The 4th International Conference on Indonesian Studies: Unity, Diversity and Future, 9-10 Pebruari 2012, h. 53-55. Kyai atau Ulama sebagai pimpinan keagamaan bisa dilihat lebih lanjut dalam Yanwar Pribadi, “Religious Networks in Madura:Pesantren, Nahdlatul Ulama and Kiai as the Core of Santri Culture”, dalam Al-Jamiah  Vol. 51, No. 1, 2013, h. 20-26

Faktor terjadinya penguatan Islam di nusantara adalah disebabkan karena berlangsungnya proses sosialisasi dan internalisasi Islam. Proses sosialisasi berlangsung dalam berbagai pertemuan baik dalam bentuk tablig maupun pertemuan lainnya. Akan tetapi sosialisasi baru menghasilkan dorongan semangat terhadap ajaran Islam. Selanjutnya pengisian ilmu-ilmu keislaman berlangsung di pondok pesantren. Pesantren merupakan proses pewarisan ilmu-ilmu keislaman warisan era kemunduran Islam. Oleh karena itu, bidang kajian keislaman lebih banyak berkaitan dengan format keilmuan era kemunduran Islam. Sekalipun Islam telah menyebar di nusantara pada abad I hijrah dan selanjutnya terjadi era kejayaan peradaban Islam pada abad I sampai 7 hijrah akan tetapi wacana peradaban itu hanya berkembang ke dunia barat dan tidak mencapai Asia Tenggara. Oleh karena itu, wacana keilmuan Islam yang berkembang ke Asia Tenggara adalah keilmuan yang berwajah kemunduran yang lebih menekankan upaya melanjutkan pemeliharaan warisan ulama salaf (ihya atsar al salaf). Dan itulah yang dikenal sekarang dengan sebutan kitab kuning. Oleh karena itu, wacana keilmuan Islam di pesantren lebih banyak berbentuk hafalan sebagai kelanjutan dari pemeliharaan warisan keilmuan masa lalu. Dorongan penggunaan akal kurang mendapat tempat di pesantren sehingga berkembang dalam pengamatan orang luar sebuah tradisi di pesantren yang disebut religio feodalisme yaitu sikap feodal yang dikemas dalam term-term keagamaan.

Akan tetapi, sekalipun pola pendidikan di pesantren lebih dikembangkan tradisi adab berguru (adab ta’lim wa al muta’allim) dilihat orang luar sebagai kemunduran pengajaran Islam akan tetapi dalam posisi Indonesia yang sedang menghadapi era kolonialisme maka cara pengajaran seperti itu justru memberi keuntungan di dalam menumbuhkan sikap ksatria di bawah semboyan jihad. Tumbuhnya semangat nasionalisme utamanya didasarkan pada semangat aplikasi ajaran Islam dalam diri setiap muslim. Sebagai contoh, amaliah solat yang dikemas dalam bentuk berjamaah melahirkan solidaritas antar umat seiman yang secara bersama menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan. Hal ini kemudian memicu semangat jihad yang diformalkan pada tanggal 22 Oktober 1945 yang disebut dengan Resolusi Jihad. Salah satu diantara butir resolusi itu adalah hukumnya fardu ‘ain bagi setiap umat Islam yang berada pada radius 93 km dari Surabaya untuk ikut berperang di jalan Allah melawan penjajah (KH Saifuddin Zuhri, Berangkat Dari Pesantren, Yogyakarta, LKiS, 2013).

Pada dasarnya wacana keilmuan yang dikembangkan di pesantren  adalah model pendidikan yang mengajarkan kitab kuning dengan materi tentang akidah, fiqh dan akhlak. Pesantren mengajarkan ilmu agama yang pada dasarnya merupakan khazanah pemikiran pada era kemunduran Islam yang ditulis pada sekitar terjadinya masa disintegrasi Islam yaitu berawal pada abad XIII dan terus berlangsung sampai abad XV. Perubahan model pendidikan di pesantren pada mulanya dirintis oleh KH Wahid Hasyim dan KH M Ilyas yang membagi pesantren menjadi dua yaitu ‘ammah yaitu pengajian kitab kuning, serta pesantren yang mulai memperkenalkan seperti Bahasa Belanda yang kemudian disebut dengan model khassah. Kemudian pada saat sekarang ini berkembang pesantren modern yang banyak menyerap pengetahuan modern dan lebih menekankan kemampuan mengkomunikasikan Islam ke dalam kehidupan global. Sementara pesantren klasik lebih mengutamakan penguasaan terhadap kitab fiqh karena mereka diarahkan menjadi penerus generasi kiai.

 

ISLAM DI INDONESIA : UTS

NAMA                  : WILDAN RUSYDIAN NIM                      : 11180321000039 JURUSAN            : STUDI AGAMA-AGAMA SEMESTER   ...